Cari Blog Ini
Minggu, 16 Oktober 2011
INCOME STATEMENT
Income Statement
FASB dalam SFAC Nomor 1 telah menerangkan tujuan utama pelaporan keuangan adalah untuk menyediakan informasi tentang kinerja perusahaan melalui ukuran pendapatan. Income Statement (Laporan Laba Rugi) merupakan sesuatu yang utama bagi perusahaan terkait ukuran pendapatan. Income statement memiliki nilai prediktif sesuai karakteristik kualitatif yang didefinisikan dalam SFAC Nomor 2. Income statement memiliki nilai sebagai ukuran arus kasa masa depan, yakni sebagai ukuran dari efisiensi manajemen dan panduan dalam pencapaian tujuan manajerial.
Di sisi yang lain, investor merupakan fokus utama dalam lingkungan pelaporan keuangan. Sumber daya investor (current resources) yang digunakan perusahaan untuk memperoleh keuntungan mengandung sifat ketidakpastian atas arus kas masa depan (future-uncertain resources). Sebagai konsekuensinya, investor dalam kondisi seperti ini memerlukan informasi yang yang dapat membantu mereka untuk menilai arus kas di masa yang akan datang. Seperti kita ketahui bersama, pelaporan keuangan memiliki beberapa konsekuensi ekonomis (economic consequences of financial reporting) yakni:
1.Informasi keuangan dapat mempengaruhi distribusi kekayaan diantara investor. Investor yang memperoleh informasih lebih banyak (mempekerjakan analis sekuritas) mungkin mampu meningkatkan kekayaan mereka daripada investor yang kurang informasi.
2. Informasi keuangan dapat mempengaruhi tingkatan risiko yang diterima perusahaan. Fokus pada jangka pendek, memiliki risiko lebih kecil, tetapi mungkin mengandung efek-efek jangka panjang yang merugikan (long-term detrimental effects).
3. Informasi keuangan dapat mempengaruhi tingkat formasi modal dalam ekonomi dan menghasilkan realokasi kekayaan antara konsumsi dan investasi dalam ekonomi.
4. Informasi keuangan dapat mempengaruhi bagaimana investasi dialokasikan dalam perusahaan.
Konsekuensi-konsekuensi ekonomis inilah yang seharusya dipertimbangkan oleh FASB dan SEC, sebagai organisasi penyusun standar akuntansi, mengingat pengaruh yang ditimbulkan oleh masing-masing konsekuensi di atas akan berbeda-beda bagi para pengguna informasi keuangan.
.
INCOME STATEMENT ELEMENTS
Penekanan fungsi income statement sebagai sarana komunikasi untuk menyampaikan penilaian kinerja kepada investor menyebabkan pembahasan berkelanjutan diantara para akuntan tentang identifikasi yang tepat atas elemen-elemen yang dikandungnya, yakni pendapatan, keuntungan, beban, dan kerugian.
SFAC Nomor 6
FASB menerbitkan SFAC no.6 yang mendefinisikan elemen-elemen income statement sebagai berikut :
1. Pendapatan, merupakan arus masuk atau peningkatan aset lainnya dari suatu entitas ATAU pengurangan kewajiban (ATAU gabungan keduanya) selama periode tertentu, yang diperoleh dari penjualan barang, penyediaan jasa atau aktifitas lain yang merupakan operasi utama perusahaan.
2. Keuntungan, merupakan peningkatan aset bersih yang berasal dari transakti peripheral atau insidental suatu entitas DAN dari transaksi lainnya, kegiatan lainnya, dan keadaan-keadaan yang mempengaruhi entitas tersebut selama satu periode KECUALI yang berasal dari pendapatan atau investasi dari pemilik.
3. Beban, arus keluar atau penggunaan aset lainnya ATAU timbulnya kewajiban (ATAU kombinasi keduanya) selama satu periode mulai dari penyerahan atau produksi barang, pemberian jasa atau aktifitas lain yang merupakan operasi utama perusahaan.
4. Kerugian, penurunan nilai aset bersih yang berasal dari transaksi yang bersifa peripheral atau insidental dari suatu entitas DAN dari semua transaksi lain serta dari peristiwa lain DAN keadaan-keadaan yang mempengaruhi entitas tersebut selama satu periode KECUALI yang termasuk beban atau distribusi kepada pemilik.
.
Dari definisi elemen-elemen income statement diatas, tampak bahwa FASB berusaha menggeser terminologi APB yang menekankan pada arus masuk dan arus keluar, realisasi, dan konsep penandingan. FASB telah menggunakan perubahan aset dan/atau kewajiban dalam kriteria pengakuan dan pengukuran. Dan sebagai dampaknya, kini neraca tampil lebih dari sekedar tempat menyimpan NILAI SISA dalam proses penentuan pendapatan.
Perbandingan atas kedua konsep diatas adalah :
No. FASB (perubahan aktiva/kewajiban) APB (inflows/outflows)
1. Sebagai alat ukur perubahan sumber daya ekonomi Sebagai alat ukur efektifitas perusahaan
2. Tergantung pada definisi aktiva dan kewajiban untuk menentukan laba Tergantung pada definisi pendapatan dan beban dan menandingkan keduanya untuk menentukan income
3. Mengakui hal-hal yang ditangguhkan hanya saat merupakan sumber daya atau kewajiban ekonomi Membentuk biaya dan hutang yang ditangguhkan dan cadangan ketika menghitung income
4. Keduanya sepakat bahwa laporan laba rugi lebih penting dari neraca karena dapat meramal arus sumber daya dia masa yang akan dating
5. Membatasi populasi pada kejadian-kejadian yang mengakibatkan perubahan sumber daya ekonomis Pendapatan dan beban meliputi seluruh item yang diperlukan untuk menandingkan pendapatan dan biaya
.
Dalam teori akuntasni dikenal dua pendekatan dalam menilai hubungan antara balance sheet dan income statement, yakni articulated dan non-articulated. Pendekatan articulated berarti income statement dianggap sebagai subklasifikasi dari pos modal. Laba rugi hanya merupakan hasil matematis yang berasal dari perubahan modal dari satu periode ke periode yang lainnya.
Dalam pendekatan articulated ada dua konsep, yaitu konsep revenue-expense approach dan asset-liability approach. Dalam konsep pertama, revenue expense, income statement diaggap laporan yang paling utama dimana semua transaksi dpandang sebagai pos revenue dan expense, semua transaksi dinggap sebagai pengakuan laba (matching), pengukuran laba dan alokasi ke laba rugi.
Dalam konsep ini yang dipindahkan ke neraca adalah by product dari hasil pengakuan laba atau matching tadi. Artinya yang dicatat ke neraca hanya deferred credits (liabilities) dan deferred charges (asset).
Sementara dalam pendekatan non-articulated, balance sheet dan income statement secara matematis independen satu sama lain. Pendekatan ini banyak menjadi perhatian karena ada transaksi yang tidak memengaruhi laba tetapi langsung dipindah ke pos yang bukan hasil dan bukan biaya. Misalnya, ada kerugian sementara yang langsung dianggap merupakan penyesuaian terhadap unrealized capital (SFAS No. 12)
INCOME STATEMENT FORMAT
Pertanyaan yang kemudian timbul adalah : format income statement seperti apakah yang diinginkan oleh berbagai pengguna laporan keuangan? Dua pendapat yang kemudian mendominasi diskusi ini adalah current operating performance concept dan all-inclusive concept.
.
Current Operating Performance Concept
Konsep ini berpendapat bahwa hanya perubahan dan kejadian yang dapat dikendalikan oleh manajemen yang dihasilkan dari keputusan periode sekarang yang seharusnya dimasukkan dalam laba. Hanya hal-hal yang NORMAL dan BERULANG yang seharusnya membentuk ukuran dasar kinerja perusahaan. Maka LABA BERSIH pun harus mencerminkan AKTIFITAS HARI KE HARI.
All-inclusive Concept
Konsep ini berpendapat bahwa laba bersih harus mencerminkan SEMUA ITEM yang mempengaruhi KENAIKAN atau PENURUNAN ekuitas pemegang saham selama satu periode, dengan pengecualian dari transaksi modal. LABA BERSIH TOTAL ditentukan dengan MENJUMLAHKAN LABA BERSIH PERIODIK.
FASB dalam SFAC No.5 mencatat bahwa laporan laba rugi menurut all-inclusive dimaksudkan untuk menghindari penghapusan informasi secara bebas dari laporan keuangan, walaupun pencantuman keuntungan atau kerugian yang tidak biasa dan tidak berulang-ulang mungkin dapat mengurangi fungsi dari laporan laba rugi dalam satu tahun untuk tujuan prediksi.
Kedua konsep ini hanya berkontroversi dalam bagaimana informasi keuangan ditampilkan, tempat dimana pendapatan, beban, keuntungan, dan kerugian ditampilkan. Namun yang lebih penting, sejatinya kedua konsep ini setuju dengan informasi yang harus disajikan. Sedangkan penelitian menunjukkan bahwa investor tidak terpengaruh dengan tempat dimana item dilaporkan dalam laporan keuangan selama pernyataan itu menyajikan informasi yang sama. Dengan kata lain, kontroversi dari kedua konsep ini menjadi suatu yang TIDAK PENTING.
.
APB OPINION NO. 9
Salah satu masalah yang pertama kali dipelajari APB adalah apa yang termasuk dalam laba bersih. Kurangnya batasan formasl mengenai penyesuaian laba ditahan ternyata menghasilkan banyak ketidakseragaman dalam praktik bisnis.
Dalam salah satu hasil studinya tentang penyalahgunaan laporan dan peninjauan umum secara menyeluruh dari pendapatan, APB kemudian menerbitkan APB No.9 tentang “Reporting The Result of The Operation“. APB No.9 mencoba untuk mengambil jalan tengah antara current operating performance concept dan all-inclusive concept.
Secara umum, APB No.9 memberi ketentuan bahwa semua item dianggap NORMAL dan BERULANG kecuali jika memenuhi persyaratan yang ditetapkan untuk pengklasifikasian baik sebagai extraordinary item maupun penyesuain periode sebelumnya. APB No. 9 mewajibkan penyusun laporan keuangan untuk menentukan apakah pendapatan, beban, keuntungan, dan kerugian secara tepat diklasifikasikan sebagai :
1. hal normal yang berulang-ulang,
2. kejadian luar biasa (extraordinary item),
3. penyesuaian terhadap periode sebelumnya sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan .
Maka LABA BERSIH seharusnya menggambarkan seluruh pos keuntungan dan kerugian yang diakui selama periode, dengan pengecualian penyesuaian terhadap periode sebelumnya. Format laporan yang ditentukan memuat dua bentuk laba, yakni laba bersih dari operasi dan laba bersih operasi ditambah extraordinary item. Hal ini memberikan kemampuan bagi pengguna laporan keuangan untuk melakukan evaluasi hasil operasi normal atau total laba setelah extraordinary item sesuai dengan kebutuhan mereka.
.
1. Income from Continuing Operations
Jumlah yang diperlihatkan untuk laba dari operasi berkelanjutan adalah pendapatan dan beban normal perusahaan yang berulang-ulang. ANGKA LABA menggambarkan jumlah yang dapat diperoleh kembali di masa depan. Bahkan sering merujuk pada laba perusahaan yang dapat dipertahankan sebagai titik awal bagi investor untuk memprediksi pendapatan masa depan.
2. Income from Nonrecurring Items
Ada tiga macam pendapatan tidak biasa yang mungkin diperoleh oleh sebuah perusahaan yang harus diungkapkan, yakni : operasi yang dihentikan, extraordinary item, dan perubahan prinsip akuntansi.
Discontinued Operations
Sebuah studi menyebutkan bahwa terjadi beberapa penyimpangan dalam pelaporan terkait penerapan opini APB no.9 terkait penyajian hasil penjualan bagian aset sebagai extraordinary namun memasukkan pendapatan dari bagian ini selama periode penjualan sebagai laba biasa.
Maka APB No. 30 diterbitkan untuk menyimpulkan kriteria tambahan untuk mengidentifikasi bagian bisnis yang akan dijual dengan mensyaratkan penyajian terpisah atas :
(1) hasil operasi dari segmen yang dihentikan,
(2) keuntungan atau kerugian pada penjualan aset untuk segmen yang dihentikan termasuk adanya keuntungan dan kerugian operasional selama periode penghentian.
Total keuntungan atau kerugian ditentukan dengan menjumlahkan semua keuntungan atau kerugian pada penjualan bagian aset, dan keuntungan atau kerugian yang dihasilkan oleh kegiatan penghapusan segmen selama masa penghapusan.
APB No.30 kemudian diamandemen dengan SFAS No. 144 tentang “Accounting for Impairment or Disposal of Long-Lived Assets“. Untuk memenuhi syarat untuk diperlakukan sebagai sebuah operasi yang dihentikan harus memenuhi beberapa kriteria, yakni :
(1) Unit yang dihentikan harus dianggap sebagai sebuah “komponen” bisnis. Definisi “komponen” didasarkan pada pengertian operasi dan arus kas yang dapat dibedakan. “Komponen” ini dapat berupa segmen, bagian, divisi operasi, lini bisnis, anak perusahaan, dan lain-lain, tergantung kegiatan bisnis dimana entitas beroperasi.
Sedangkan untuk mengasumsikan sebuah “komponen” sebagai kegiatan operasi yang dihentikan harus memenuhi dua kriteria tambahan, yaitu :
(i) operasi dan arus kas dari komponen yang dihentikan harus dihilangkan dari hasil transaksi operasional dan arus kas entitasnya,
(ii) entitas tidak boleh memiliki keterlibatan yang signifikan dalam operasi komponen setelah penjualan berlangsung.
(2) Saat manajemen memutuskan untuk menjual suatu komponen, maka aktiva dan kewajiban komponen diklasifikasikan “held for sale” di dalam balance sheet. Kemudian, apabila penghentian komponen telah dilakukan, hasil dari operasi komponen harus dilaporkan dalam income statement sebagai discontinued operations dan dicantumkan tepat dibawah bagian income from continuing operations. Hasil ini dilaporkan bersih setelah dikurangi pajak. Keuntungan atau kerugian penjualan kemudian baru diungkapkan di catatan atas laporan keuangan (CaLK).
.
Extraordinary Items
APB No.9 mendefinisikan extraordinary item sebagai kejadian dan transaksi yang mempunyai efek material yang tidak diharapkan sering terjadi dan tidak dianggap sebagai faktor yang berulang-ulang dalam setiap evaluasi proses bisnis yang wajar.
APB kemudian membuat review di tahun 1973 tentang kegunaan definisi extraordinary item yang ternyata mendapatkan kesimpulan bahwa pendapatan dan beban tidak dikelompokkan dengan cara yang sama melalui spektrum bisnis perusahaan. Bisnis tidak mengintepretasikan APB No. 9 dengan cara yang sama dan lebih banyak kriteria spesifik yang dibutuhkan untuk menjamin intepretasi yang lebih seragam atas ketetapannya.
Maka diterbitkanlah APB No. 30 tentang “Reporting The Result of Operations” yang mendefiniskan extraordinary item sebagai kejadian dan transaksi yang dibedakan oleh sifat sebagai berikut :
(1) Unusual nature, kejadian atau transaksi harus memiliki tingkat ketidakwajaran yang tinggi dan tidak berhubungan atau hanya secara kebetulan berhubungan dengan aktivitas biasa.
Karena suatu perubahan filosofi, beberapa hal yang dulunya didefinisikan sebagai extraordinary item dalam APB No.9 kini dikeluarkan dari APB No. 30 yakni :
- penurunan dan penghapusan piutang, persediaan, peralatan yang dileasing kepada pihak lain, biaya penelitian dan pengembangan yang ditangguhkan, atau aset tidak berwujud lainnya,
- keuntungan atau kerugian dari penjualan bagian bisnis,
- keuntungan atau kerugian lainnya dalam penjualan atau penghancuran properti (kekayaan), pabrik, dan peralatan yang digunakan dalam bisnis,
- akibat pemogokan,
- penyesuaian kontrak jangka panjang akrual.
Hal ini menyebabkan jumlah pendapatan dan beban yang diijinkan untuk dilaporkan sebagai extraordinary item berkurang signifikan.
(2) Infrequency of occurance, kejadian atau transaksi tersebut secara masuk akal diperkirakan tidak akan terjadi lagi di masa yang akan datang.
Dalam APB No.9 pemisahan extraordinary item dari item lainnya dalam laporan laba rugi tidak dipisahkan menurut item yang berulang dan tidak berulang. Item yang jarang terjadi namun bukan tidak biasa diklasifikasikan sebagai laba non operasi dalam kelompok keuntungan dan kerugian lainnya dalam income statement. Penelitian mengindikasikan persyaratan ini sebagai sebuah inkonsistensi kecuali FASB mewajibkan catatan kaki pengungkapan atas efek kejadian tidak teratur pada laba dan pendapatan per lembar saham (EPS).
Perubahan Prinsip Akuntansi
Standar akuntansi atas kekonsistenan menyatakan bahwa transaksi yang sama seharusnya dilaporkan dengan cara yang sama setiap tahun. Namun manajemen seharusnya memilih perangkat praktik akuntansi yang paling tepat menyajikan sumber daya dan kinerja unit pelaporan dan terus menggunakan praktik tersebut setiap tahunnya. Sehingga terkadang, perusahaan dapat menjumpai bahwa pelaporan berkembang oleh perubahan metode atau perubahan prosedur mungkin diperintahkan oleh FASB atau SEC.
Pertanyaan mendasar yang kemudian muncul adalah : haruskah laporan keuangan yang telah diterbitkan sebelumnya diubah untuk menggambarkan metode atau prosedur yang baru?
Dalam APB no. 20 tentang “Accounting Channges” mengindentifikasikan tiga jenis perubahan akuntansi dan mendiskusikan penyiapan laporan keuangan. Bahkan dewan merekomendasikan sebuah kelayakan penyajian retroaktif (bergaya membalik) atas ketiga macam perubahan prinsip akuntansi dan error di bawah ini.
(i) Perubahan dalam prinsip-prinsip akuntansi
Jenis perubahan ini terjadi jika suatu entitas mengadopsi GAAP yang berbeda dari yang sebelumnya digunakan untuk tujuan pelaporan. Contohnya perubahan penghitungan persediaan dari LIFO ke FIFO.
Jika prinsip akuntansi diubah, maka perusahaan menampilkan laporan keuangan tahun-tahun sebelum perubahan dilakukan. Efek perubahan dikumulatifkan pada tahun perubahan dilakukan dan ditampilkan diantara laba bersih dan extraordinary item.
SFAS No. 154 tentang “Accounting Changes and Error Corrections” mensyaratkan aplikasi retrospective ke periode sebelumnya.
1. Aplikasi prinsip yang baru ke dalam periode akuntansi sebelumnya sebagaimana jika perubahan prinsip diterapkan di periode-periode sebelumnya
2. Penyesuaian laporan keuangan yang diterbitkan sebelumnya untuk menunjukkan perubahan entitas pelaporan
3. Revisi laporan keuangan yang diterbitkan sebelumnya untuk menunjukkan koreksi atas kesalahan
(ii) Perubahan dalam estimasi akuntansi
Penyajian laporan keuangan mensyaratkan estimasi dari kejadian di masa depan dan estimasi seperti itu adalah sasaran dilakukannya review berkala (akibat dari kebutuhan penyajian periodok). Contohnya perubahan perkiraan umur aktiva yang dapat didepresiasi atau estimasi kolektabilitas piutang.
Perubahan ini tidak membutuhkan penyesuaian terhadap laporan keuangan tahun-tahun sebelumnya yang telah diterbitkan. Perubahan yang terjadi hanya berpengaruh pada tahun terjadinya perubahan dan tahun-tahun berikutnya.
(iii) Perubahan entitas pelaporan
Perubahan jenis ini disebabkan oleh perubahan unit pelaporan yang mungkin disebabkan oleh penggabungan usaha, perubahan spesifik anak perusahaan, atau perubahan konsolidasi.
Perubahan dalam pelaporan harus diungkapkan secara retroaktif dengan menyatakan kembali laporan keuangan tahun-tahun sebelumnya dengan asumsi unit pelaporan baru telah diterapkan di laporan keuangan tahun-tahun sebelumnya. Penerbitan kembali laporan laporan keuangan tahun sebelumnya bertujuan untuk membandingkan hasil dari perubahan pelaporan keuangan yang baru dan yang lama. Selain itu, efek perubahan pelaporan terhadap pendapatan operasi, laba bersih, dan laba per saham terkait harus diungkapkan sebagai perbandingan.
(iv) Error
Kesalahan tidak dipandang sebagai suatu perubahan akuntansi, namun hasil dari kesalahan perhitungan matematis dan penggunaan metode akuntansi yang salah. Error didefinisikan sebagai prior period adjustment. Contoh error adalah :
1. Perubahan praktek akuntansi yang awalnya tidak diterima menjadi diterima.
2. Kesalahan matematis, klerikal.
3. Kelalaian menambahkan atau menangguhkan pendapatan dan biaya di akhir periode akuntansi.
4. Salah pengklasifikasian biaya dan beban.
Dalam SFAS No. 16, periode dimana error ditemukan, jenis kesalahan dan efeknya terhadap pendapatan operasi, laba bersih dan laba per saham terkait harus diungkapkan. Persyaratan ini merupakan perluasan logis dari perbaikan secara retroaktif yang diperlukan untuk perubahan-perubahan akuntansi. Dengan menyediakan perbaikan retroaktif, pengguna bisa mempredikasi dengan lebih baik prestasi perusahaan seiring berjalannya waktu dengan tepat.
Terdapat error yang bersifat counterbalanced apabila error tidak ditemukan dalam dua tahun. Error ini tidak memerlukan penyesuaian apabila ditemukan setelah dua tahun. Apabila error tidak bersifat counterbalanced, maka penyesuaian harus diungkapkan.
INCOME CONCEPTS
INCOME CONCEPTS
Studi tentang Income Concept dilakukan oleh banyak pihak untuk mendokumentasikan kebutuhan para investor akan konsep penghasilan. The Study Group in Business Income adalah salah satu pihak yang berhasil merumuskan adanya kebutuhan penghasilan dalam masyarakat. Dan Sidney S. Alexander membahas penggunaan penghasilan sebagai berikut :
1. Penghasilan digunakan sebagai dasar utama pengenaan pajak.
2. Penghasilan digunakan sebagai pengukur kesuksesan operasi perusahaan.
3. Penghasilan digunakan sebagai kriteria ada tidaknya dividen.
4. Penghasilan digunakan oleh pemerintah dalam penyelidikan mengenai pengaturan tarif yang wajar dan layak.
5. Penghasilan digunakan sebagai pedoman bagi trustee yang diberi tanggung jawab mendistribusikan penghasilan kepada life tenant sementara memelihara jumlah pokoknya untuk remainderman.
6. Penghasilan digunakan sebagai pedoman bagi managemen suatu perusahaan dalam melakukan kegiatannya.
Namun bukan hanya membahas kegunaan, penentuan penghasilan pun tak kalah penting untuk didokumentasikan. Pelaporan penghasilan akan sangat membantu para pemakai laporan keuangan dalam pengambilan keputusan karena nilai perusahaan sering dikaitkan dengan kemampuan perusahaan memperoleh pendapatan di masa kini dan masa datang.
Sejak tiga dekade lalu, para peneliti akuntasi tertarik untuk menilai hubungan informasi akuntansi terhadap nilai suatu perusahaan. The Efficient Markets Hypothesis (EMH) menganggap bahwa harga saham suatu perusahaan merefleksikan prospek kesepakatan pasar terhadap pendapatan perusahaan masa depan dan arus kas saat penyatuan informasi secara serentak mengenai ekonomi dan tindakan pesaing. Harga saham berubah sebagai respon terhadap informasi baru yang diterima secara periodik seperti informasi pendapatan triwulanan.
Dalam EMH disebutkan bahwa kinerja perusahaan besar diikuti oelh analis keuangan yang menyediakan perkiraan pendapatan triwulanan. Ketika pendapatan triwulanan aktual melebihi perkiran analis keuangan maka kejutan positif pendapatan terjadi dan saham perusahaan meningkatkan ceteris paribus. Sedangkan kejutan negatif akan berlaku sebaliknya.
Masalah ini selanjutnya akan semakin kompleks dengan adanya “whisper number ” yang terjadi ketika beberapa analis keuangan mengestimasikan pendapatan triwulanan perusahaan berbeda dari perkiraan asli mereka saat mendekati tanggal pelaporan. Keberadaan whisper number dapat menyebabkan tambahan berita kejutan pendapatan postif dan negatif serta dapat mempengaruhi harga saham perusahaan.
Seperti diuraikan dalam pembahasan sebelumnya, FASB menyatakan bahwa tujuan akuntansi keuangan adalah untuk menyediakan informasi kepada pengguna laporan keuangan, dimana laporan keuangan ini akan digunakan untuk membantu dalam menilai jumlah, ketepatan waktu, dan ketidakpastian arus kas masa depan. Walaupun demikian FASB menegaskan bahwa informasi mengenai pendapatan perusahaan menyediakan indikator kinerja yang lebih baik daripada informasi arus kas.
Meskipun income concept telah digunakan secara luas dalam ekonomi kita, namun ketidaksepakatan terjadi antara disiplin ilmu ekonomi dan akuntansi dalam mendefinisikan income. Perbedaan diantara keduanya terjadi dalam hal pemilihan waktu dan pengukuran pendapatan yang tepat.
Disiplin ilmu ekonomi mengadopsi pendekatan neraca dimana pendapatan dipandang sebagai peningkatan dalam nilai bersih (asset) yang terjadi selama periode tersebut. Sedangkan akuntansi mengadopsi pendekatan laporan laba rugi yang memandang pendapatan sebagai hasil aktivitas tertentu yang telah terjadi selama periode tersebut. Pendekatan yang terakhir ini kemudian menganggap neraca hanya sebagai daftar pokok yang tersisa setelah pendapatan ditentukan serta dikaitkan dengan expense dan revenue (disebut juga sebagai pendekatan transaksi).
Rekonsisliasi antara dua sudut pandang ini diperlukan mengingat ekonomi dan akuntansi sebagai ilmu pengetahuan dan disiplin ilmu yang berkaitan dengan transaksi bisnis membahas variabel yang sama. Rekonsiliasi keduanya berfungsi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut :
1. Apakah sifat dari penghasilan?
2. Kapan penghasilan harus dilaporkan?
3. Siapakah penerima dari penghasilan?
.
THE NATURE OF INCOME
a. Menurut Bedford
Penghasilan dapat ditemukan dalam beberapa bentuk (sifat). Norton M. Bedford dalam bukunya Income Development Theory : An Accounting Frame Work mengemukakan 3 konsep dasar penghasilan, yakni :
1. Psychic income, mengacu pada kepuasan keinginan manusia.
2. Real income, mengacu pada peningkatan kesejahteraan ekonomi.
3. Money income, mengacu pada peningkatan dalam penilaian moneter sumber daya.
Masing-masing konsep penghasilan ini sangat penting walau tidak berarti lepas dari kekurangan. Psychic income sulit dihitung karena kebutuhan manusia tidak dapat diukur dan terpuaskan pada tinkat yang berbeda sebagaimana perolehan penghasilan riil individu. Money income lebih mudah diukur tetapi tidak mempertimbangkan perubahan dalam nilai unit moneter. Konsep penghasilan dari Bedford tersebut dianggap belum menggambarkan definisi yang jelas mengenai penghasilan.
b. Menurut J.R. Hicks
Para ekonom pada umumnya setuju bahwa tujuan mengukur penghasilan adalah untuk menjelaskan seberapa baik suatu entitas selama suatu periode. Sebagai konsekuensinya, para ekonom memfokuskan diri untuk menjelaskan real income.
Definisi mengenai konsep penghasilan ekonomi biasanya didasarkan pada pandangan J.R. Hicks yang menyatakan :
Tujuan kalkulasi penghasilan dalam hal-hal praktis ialah memberi seseorang petunjuk mengenai jumlah yang dapat dikonsumsi tanpa memberatkan dirinya. Kelanjutan dari gagasan ini adalah agaknya kita perlu merumuskan penghasilan seseorang sebagai nilai maksimum yang dapat dikonsumsikannya selama satu minggu dan diharapkan pada akhir minggu sama sejahteranya seperti pada awal minggu.
Definisi Hicks menekankan pada pendapatan individu, meskipun dapat juga digunakan sebagai dasar perumusan pendapatan bisnis dengan mengubah kata “konsumsi” menjadi “distribusi”. Kekayaan pada awal dan akhir setiap periode adalah jumlah aktiva bersih (asset-liabilities) yang tersedia untuk menjalankan usaha entitas bisnis.
Pendapatan bisnis kemudian dirumuskan sebagai perubahan aktiva bersih yang dihasilkan dari kegiatan bisnis selama periode akuntansi, di luar investasi pemilik dan distribusi pendapatan kepada pemilik. Konsep penentuan pendapatan (yang disebut konsep pemeliharaan modal oleh para akuntan) ini berpendapat bahwa tidak ada pendapatan yang harus diakui sampai modal (equity atau net asset) ditahan dan biaya pengukuran yang tepat dari kekayaan (nilai net asset) tertutupi.
Pendekatan alternatif, yang menjembatani sudut pandang ekonom dan akuntan, adalah dengan menerapkan pendekatan pemeliharaan modal.
.
Capital Maintenance Concepts
Pendapatan yang terjadi menunjukkan pengembalian atas modal yang diinvestasikan. Pengembalian modal sendiri terjadi ketika jumlah yang diivestasikan oleh investor mampu dipertahankan atau tertutupi oleh perusahaan. Sebagai konsekuensi atas dasar definisi inilah, konsep pemeliharaan modal mendapat kritikan atas perbedaan antara return of (kembalinya modal) dan return on (pengembalian modal) untuk menentukan penghasilan.
Two primary concepts of capital maintenance , yakni :
1. Financial Capital Maintenance (Net Asset akhir > Net Asset awal)
Menurut konsep pemeliharaan modal keuangan, laba diperoleh apabila jumlah uang dari aktiva bersih pada akhir periode melebihi jumlah uang dari aktiva bersih pada awal periode, setalah dikurangi dengan transaksi pemilik (prive).
2. Physical Capital Maintenance
Menurut konsep pemeliharaan modal fisik, laba diperoleh apabila kapasitas produksi fisik (atau kemampuan usaha) pada akhir periode melebihi kapasitas produksi fisik pada awal periode, setelah dikurangi dengan transaksi pemilik (prive). Konsep ini secara tidak langsung menyatakan bahwa penghasilan diakui hanya setelah penyediaan untuk penggantian fisik dari aktiva operasi. Kapasitas produksi fisik pada waktu tertentu sama dengan nilai sekarang (current value) aktiva bersih yang digunakan untuk menghasilkan pendapatan. Current value memasukkan kekuatan penghasilan aktiva bersih masa depan yang diharapkan.
Kapasitas produksi fisik dalam waktu tertentu = CV dari net asset dalam menghasilkan penghasilan
Two primary differences terletak pada perlakuan terhadap holding gains or loss yang terjadi saat item-item pada neraca berubah selama periode akuntansi. Contoh saat nilai tanah yang dikuasasi perusahaan meningkat dan menimbulkan holding gains.
Physical capital maintenance memperhitungkan holding gains and losses sebagai kembalinya modal (return on) dan tidak memasukkannya ke dalam pendapatan. Bahkan holding gains and losses diperlakukan sebagai penyesuaian langsung terhadap ekuitas.
Sebaliknya, financial capital maintenance memperhitungkan holding gains and losses sebagai pengembalian modal (return of) dan memasukkannya ke dalam pendapatan.
.
Current Value Accounting
Physical Capital maintenance concepts mengharuskan seluruh aktiva dan kewajiban dinyatakan pada current value. Pendekatan yang paling umum digunakan dalam pengukuran current value adalah :
1) Entry Price or Replacement Cost
Saat kapasitas produksi diukur menggunakan replacement cost maka aktiva dinyatakan dengan biaya untuk mengganti aktiva tersebut dengan aktiva serupa sesuai kondisi serupa. Untuk mempertahankan kapasitas produksi fisik, entitas harus menghasilkan arus kas yang cukup untuk menyediakan penggantian fisik atas aktiva yang beroperasi.
Untuk menentukan penghasilan dalam pendekatan ini, pendapatan ditandingkan dengan biaya sekarang untuk penggantian aktiva (income VS current value of replacement asset). Akibatnya, penghasilan bisa didistribusikan kepada pemilik tanpa mengganggu kapasitas fisik untuk melanjutkan operasi di masa depan. Sebagai hasilnya, ketepatan penggunaan metode entry value bersandar pada asumsi akuntansi kelangsungan usaha (business continuity).
Menurut Edward dan Bell, entry price saat ini memberikan penilaian kepada keputusan manajerial untuk menguasai aktiva dengan memisahkan current value pendapatan dari pendapatan operasi saat ini. Dengan asumsi bahwa operasi akan berkelanjutan, dikotomi ini memberikan profitabilitas yang panjang bagi perusahaan untuk ditaksir. Keuntungan yang berulang dan relatif dapat dikendalikan dapat diwvaluasi vis-a-vis dari faktor yang mempengaruhi operasi sepanjang waktu tetapi di luar kendali manajemen.
Replacement cost dapat menyediakan ukuran biaya untuk menggantikan kapasitas operasi saat ini, yang berarti mengevaluasi seberapa banyak yang dapat didistribusikan kepada pemegang saham serta tetap mempertahankan kapasitas produksinya.
Kelemahan replacement cost menimbulkan banyak masalah pengukuran dalam menentukan nilai biaya pengganti. Perusahaan mungkin dapat menentukan dengan tepat biaya pengganti untuk persediaan dan aktiba tertentu lainnya, tetapi untuk banyak aktiva lain (terutama aktiva tetap), tidak tersedia pasar untuk memperoleh aktiva penggantinya. Sehingga dalam beberapa kasus, perusahaan harus mendapatkan nilai aktiva dalam rangka mencapai nilai penggantian mereka yang diperkirakan saat ini.
Alternative approach untuk memperkirakan replacement cost adalah dengan menggunakan specific purchasing power index. Indeks harga spesifik didesain untuk mengukur dampak pada harga segmen ekonomi tertentu. Contoh pada peralatan yang digunakan dalam industri baja atau pertambangan. Penerapan indeks daya beli spesifik harus memberikan perkiraan yang wajar dari biaya penggantian sepanjang harga tersebut dapat diukur dengan cara yang sama terhadap aktiva dalam industri tersebut.
Namun pada akhirnya keterkaitan entry value dipertanyakan. Hingga kemudian Robert Sterling berpendapat bahwa entry value dari aktiva yang tidak dimiliki hanya relevan ketika pembelian aktiva memang dimaksudkan. Untuk ativa yang dimiliki, entry value tidak berhubungan dengan apa yang dapat direalisasikan atas penjualan aktiva dan dengan pembeliannya karena aktiva tersebut telah dimiliki.
Selain itu, replacement cost saat ini dari aktiva perusahaan tidak mengukur kapasitas (sebagai dasar saham saat ini) guna menentukan keputusan untuk membeli, menahan, atau menjual di pasar. Singkatnya, anggapan ini menyatakan bahwa entry value tidak mengungkapkan kemampuan entitas untuk menyajikan alternatif keputusan.
.
2) Exit Value or Selling Price
Pendekatan lain yang digunakan untuk menentukan current value adalah dengan exit value atau selling price. Pendekatan ini mensyaratkan penilaian dari masing-masing aktiva dari sudut pandang pelepasan (disposal), dimana tiap aktiva harus dinilai berdasarkan selling price yang wajar jika perusahaan memilih untuk melepasnya. Dalam menentukan exit price setara kas, diasumsikan bahwa aktiva tersebut akan dijual dengan cara biasa bukan karena tekanan likuidasi.
Raymond Chamber dan Robert Sterling berpendapat bahwa exit value memiliki pertalian keputusan. Karenanya selama periode akuntansi, manajemen memutuskan untuk mempertahankan, menjual, atau menggantikan aktivanya. Manajemen menyatakan bahwa exit value menyediakan informasi yang lebih baik bagi pengguna untuk mengevaluasi likuiditas dan kemampuan perusahaan untuk membiasakan mengubah rangsangan ekonomi. Karena manajemen memiliki pilihan untuk menjual aktiva, maka exit price memberikan titk tengah taksiran risiko.
Kelemahan exit value, seperti halnya entry prices, penentuan exit value juga mengakibatkan masalah pengukuran, yakni :
• Masalah dasar penentuan harga jual untuk aktiva, seperti properti, tanah, dan peralatan, dimana tidak terdapat pasar.
• Gagasan bahwa exit price harus didasarkan pada harga yang timbul dari penjualan pada kondisi bisnis normal, bukan atas paksaan likuidasi, sulit diterapkan pada aktiva tetap.
• Exit price atau selling price tidak konsisten dengan physical capital maintenance concepts. Exit price adalah jenis dari opportunity cost, yang mengukur pengorbanan dari menahan aktiva daripada biaya yang diperkirakan untuk menggantinya. Sementara itu, pemeliharaan modal fisik didasarkan pada konsep keberlangsungan, bukan likuidasi.
.
3) Discounted Present Value
Menurut konsep ini, present value dari arus kas mas depan yang diharapkan akan diterima dari aktiva (atau pelunasan kewajiban) adalah nilai relevan dari aktiva (atau kewajiban) yang seharusnya diungkapkan dalam neraca. Dalam metode ini, pendapatan sama dengan perbedaan antara present value aktiva bersih pada akhir periode dengan present value pada awal periode, tidak termasuk pengaruh dari investasi oleh pemilik dan distribusi kepada pemilik.
Income = PV net asset akhir – PV net asset akhir
Kelebihan Discounted Present Value dipandang sebagai pengukuran penggantian yang tepat dari kekayaan. Proses pengukuran ini sama dengan konsep ekonomi dari penghasilan karena DPV mungkin yang paling mendekati nilai aktual dari aktiva yang digunakan.
Seluruh aktiva diasumsikan diperoleh untuk menyediakan jasa masa depan yang potensial bagi perusahaan. Lebih lanjut, terdapat asumsi bahwa harga pembelian awal dibayarkan karena percaya aktiva tersebut akan memberikan penghasilan yang cukup di masa depan sehingga mambuat akuisisi tersebut bermanfaat. Dengan demikian, secara implisit atau eksplisist, nilai sebenarnya berhubungan dengan PV dari arus kas yang diharapkan.
SFAC Nomor 7, “Using Cash Flow Measurement and Present Value Measurements in Accounting”
Konsekuensi dari pengukuran penghasilan menurut DPV dianggap konsisten dengan Capital Maintenance Concepts. Bahkan DPV mendapat dukungan tambahan dari FASB dengan terbitnya SFAC Nomor 7.
Walaupun demikian, masih terdapat tiga masalah utama pengukuran terkait konsep ini yaitu :
Pertama, konsep ini bergantung pada estimasi arus kas masa depan menurut periode waktu sehingga jumlah arus kas yang akan dihasilkan di masa depan dan waktu arus kas ini harus ditentukan.
Kedua, pemilihan tingkat suku bunga yang tepat. Tingkat suku bunga akan menjadi tingkat internal dari pengembalian aktiva. Dolar pertama yang diterima di masa depan tidak sama dengan satu dolar yang diterima saat ini sehingga arus kas masa depan yang diharapkan harus didiskontokan ke masa kini.
Ketiga, aktiva perusahaan tidak saling berhubungan sedangkan penghasilan dihasilkan dari kombinasi penggunaan sumber daya perusahaan. Oleh karena itu walaupun arus kas masa depan perusahaan dan perkiraan tingkat suku bunga dapat ditentukan dengan tepat, hal ini tidak dapat diterapkan untuk menentukan secara tepat berapa kontribusi setiap aktiva untuk arus kasnya. Sebagai hasilnya, diskonto nilai sekarang dari aktiva perusahaan individual tidak dapat ditentukan dan dijumlahkan untuk menentukan nilai sekarang dari perusahaan.
Kelemahan Discounted Present Value adalah pengukuran ini hanya relevan dalam kegunaan neraca memberikan informasi mengenai kemampuan aktiva untuk menghasilkan penghasilan di masa depan.
.
4) Current Value and the Historical Accounting Model
Meskipun model akuntansi saat ini menyandarkan diri pada biaya perolehan, pernyataan baru-baru ini dan memo diskusi yang diterbitkan FASB mengindikasikan langkah menuju penyediaan informasi nilai sekarang yang lebih banyak.
SFAS Nomor 33, diamandemen guna menentukan acuan untuk pelaporan informasi biaya sekarang tambahan untuk aktiva moneter tenterntu.
SFAS Nomor 114 & 115, mengharuskan investasi dalam instrumen finansial tertentu dilaporkan pada nilai wajar dan perusahaan mengungkapkan informasi nilai pasar tambahan.
SFAS Nomor 105 dan 107
SFAS Nomor 157 “Fair Value Measurement“, yang secara spesifik menjelaskan tentang bagaimana menghitung perubahan dalam nilai wajar.
PSAK
PERNYATAAN
STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN
LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN
DAN LAPORAN KEUANGAN TERSENDIRI
PSAK 4
(revisi 2009):
IKATAN AKUNTAN INDONESIA PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI
4
Laporan Keuangan Konsolidasian Dan Laporan Keuangan Tersendiri PSAK No. 4 (revisi 2009). PSAK 4 (revisi 2009): Laporan Keuangan Konsolidasian dan Laporan Keuangan Tersendiri mengadopsi seluruh pengaturan dalam IAS 27 Consolidated and Separate Financial Statements per 1 Januari 2009, kecuali:
1. IAS 27 paragraf 03 yang menjadi PSAK 4 paragraf 03 tentang ruang lingkup untuk entitas yang menyajikan laporan keuangan tersendiri. IAS 27 mengizinkan investor dalam entitas asosiasi, venturer dalam ventura bersama, dan entitas induk untuk menyajikan laporan keuangan tersendiri. PSAK 4 hanya mengizinkan entitas induk yang dapat menyajikan laporan keuangan tersendiri dan laporan keuangan tersendiri tersebut harus sebagai lampiran dalam laporan keuangan konsolidasian. Hal ini disesuaikan dengan konteks di Indonesia karena:
- Penyajian laporan keuangan tersendiri merupakan suatu pilihan, bukan suatu keharusan bagi entitas pelapor.
- Suatu entitas sebagai investor dalam entitas asosiasi dan venturer dalam ventura bersama dianggap tidak relevan untuk menyajikan laporan keuangan tersendiri.
- Regulasi yang berlaku hanya mensyaratkan entitas induk untuk menyajikan laporan keuangan tersendiri untuk pelaporan keuangan bertujuan umum (general purpose fi nancial reporting).
2. IAS 27 paragraf 04 yang menjadi PSAK 4 paragraf 04 tentang definisi laporan keuangan tersendiri. IAS 27 mengatur laporan keuangan tersendiri dapat disajikan oleh investor dalam entitas asosiasi, venture dalam ventura bersama, dan entitas induk. PSAK 4 mengatur laporan keuangan tersendiri hanya dapat disajikan oleh entitas induk. Lihat penjelasan di angka 1 untuk pertimbangan yang digunakan.
3. IAS 27 paragraf 06 yang menjadi PSAK 4 paragraf 06 tentang penyajian laporan keuangan tersendiri sebagai tambahan atau bukan tambahan dari laporan keuangan konsolidasian. IAS 27 mengatur laporan keuangan tersendiri disajikan sebagai tambahan dari laporan keuangan konsolidasian atau disajikan tersendiri. PSAK 4 mengatur laporan keuangan tersendiri harus disajikan sebagai tambahan (lampiran) dari laporan keuangan konsolidasian. Lihat penjelasan di angka 1 untuk pertimbangan yang digunakan. Selain itu, PSAK 4 menambahkan penjelasan mengenai komponen minimal laporan keuangan tersen diri untuk memberikan panduan yang lebih jelas.
4. IAS 27 paragraf 07 mengenai penjelasan laporan keuangan tersendiri, tidak diadopsi.Hal ini karena pengertian tentang laporan keuangan tersendiri dan perbedaannya dengan laporan keuangan individual dan laporan keuangan konsolidasian sudah jelas. Penjelasan dalam IAS 27 paragraf 07 dianggap akan membingungkan pengguna.
5. IAS 27 paragraf 08 tentang pengecualian bagi entitas induk untuk tidak menyajikan laporan keuangan konsolidasian, tidak diadopsi, karena:
- Pengecualian bagi entitas induk untuk tidak menyajikan laporan keuangan konsolidasian merupakan suatu pilihan, bukan keharusan.
- Pengecualian tersebut tidak relevan dengan konteks di Indonesia karena manfaatnya lebih sedikit dibandingkan biayanya (cost and benefit consideration). Selain itu, penjelasan dalam angka 1 dapat digunakan untuk memperoleh pemahaman yang lebih komprehensif mengenai tidak adanya pengecualian bagi entitas induk untuk tidak menyajikan laporan keuangan konsolidasian.
6. IAS 27 paragraf 09 yang menjadi PSAK 4 paragraf 07 tentang entitas induk yang menyajikan laporan keuangan konsolidasian. IAS 27 mengatur entitas induk, selain entitas induk yang tidak memilih untuk tidak menyajikan laporan keuangan konsolidasian, harus menyajikan laporan keuangan konsolidasian. PSAK 4 mengatur semua entitas induk harus menyajikan laporan keuangan konsolidasian. Lihat penjelasan dalam angka 5 dan hal ini merupakan dampak dari pengaturan PSAK 4 yang berbeda dengan IAS 27.
7. IAS 27 paragraf 10 tentang pengecualian bagi entitas induk untuk tidak menyajikan laporan keuangan konsolidasian, tidak diadopsi. Lihat penjelasan dalam angka 5.
8. IAS 27 paragraf 11 yang menjadi PSAK 4 paragraf 08 tentang entitas induk yang menyajikan laporan keuangan tersendiri. IAS 27 mengatur entitas induk, yang memilih untuk tidak menyajikan laporan keuangan konsolidasian, menyajikan laporan keuangan tersendiri sebagai laporan keuangan bertujuan umum. PSAK 4 mengatur entitas induk yang menyajikan laporan keuangan tersendiri harus sebagai lampiran dari laporan keuangan konsolidasian. Lihat penjelasan dalam angka 5 dan hal ini dampak dari pengaturan dalam PSAK 4 yang berbeda dengan IAS 27.
9. IAS 27 paragraf 13(c) - (d) yang menjadi PSAK 4 paragraf 10(c) - (d) tentang organ pengatur entitas. PSAK 4 menambahkan dewan komisaris, selain dewan direksi, sebagai organ pengatur entitas, karena system hukum perseroan terbatas di Indonesia menggunakan dua dewan, yaitu dewan direksi dan dewan komisaris.
10. IAS 27 paragraf 38 yang menjadi PSAK 4 paragraf 35 tentang penyajian laporan keuangan tersendiri. PSAK 4 menambahkan penjelasan laporan keuangan tersendiri sebagai informasi tambahan dari laporan keuangan konsolidasian. Lihat penjelasan dalam angka 5 dan hal ini dampak dari pengaturan dalam PSAK 4 yang berbeda dengan IAS 27.
11. IAS 27 paragraf 39 tentang entitas yang menyajikan laporan keuangan tersendiri yang tersedia untuk pemakaian publik, tidak diadopsi. Hal ini dampak dari pengaturan dalam PSAK 4 yang berbeda dengan IAS 27 sebagaimana dijelaskan di atas.
12. IAS 27 paragraf 42 tentang pengungkapan dalam laporan keuangan tersendiri yang disajikan oleh entitas induk yang tidak menyajikan laporan keuangan konsolidasian, tidak diadopsi. Hal ini dampak dari pengaturan dalam PSAK 4 yang berbeda dengan IAS 27 sebagaimana dijelaskan di atas.
13. IAS 27 paragraf 43 yang menjadi PSAK 4 paragraf 41 tentang pengungkapan dalam laporan keuangan tersendiri. IAS 27 mengatur pengungkapan bagi entitas induk, venturer dalam ventura bersama, dan investor dalam entitas asosiasi yang menyajikan laporan keuangan tersendiri. PSAK 4 mengatur pengungkapan hanya bagi entitas induk yang menyajikan laporan keuangan tersendiri. Hal ini dampak dari pengaturan dalam PSAK 4 yang berbeda dengan IAS 27 sebagaimana dijelaskan diatas.
14. IAS 27 paragraf 44 yang menjadi PSAK 4 paragraf 42 tentang tanggal efektif.
15. IAS 27 paragraf 45 yang menjadi PSAK 4 paragraf 43 tentang ketentuan transisi. PSAK 4 menambahkan ketentuan transisi untuk:
- Transaksi hilangnya pengendalian atas entitas anak terkait dengan aset yang tersedia untuk dijual sebagaimana diatur dalam PSAK 58 (revisi 2009): Aset Tidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang Dihentikan (paragraf 45(c)).
- Hak suara potensial dalam menentukan pengendalian, karena tidak praktis untuk menerapkan pengaturan tersebut secara retrospektif (paragraf 45(d)).
- Entitas anak yang tidak dikonsolidasikan sebagaimana diatur dalam PSAK 4 versi sebelumnya tetapi entitas anak tersebut harus dikonsolidasikan sesuai dengan PSAK 4 ini, karena tidak praktis untuk menerapkan pengaturan tersebut secara retrospektif (paragraph 45(d)).
16. IAS 27 paragraf 45A, 45B dan 45C tentang ketentuan transisi, tidak diadopsi, karena ketentuan transisi tersebut tidak relevan untuk diadopsi karena mengatur untuk bagian IAS 27 yang diamandemen yang belum diadopsi.
PSAK No. 4
LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN DAN LAPORAN KEUANGAN TERSENDIRI
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 4 (revisi 2009):
Laporan Keuangan Konsolidasian dan Laporan Keuangan Tersendiri terdiri dari paragraf 1-44. PSAK 4 (revisi 2009) dilengkapi dengan Panduan Implementasi yang bukan merupakan bagian dari PSAK 4 (revisi 2009). Seluruh paragraf tersebut memiliki kekuatan mengatur yang sama. Paragraf yang dicetak dengan huruf tebal dan miring mengatur prinsip-prinsip utama. PSAK 4 (revisi 2009) harus dibaca dalam konteks tujuan pengaturan dan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan. PSAK 25 (revisi 2009): Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi dan Kesalahan memberikan dasar untuk memilih dan menerapkan kebijakan akuntansi ketika tidak ada panduan secara eksplisit. Pernyataan ini tidak wajib diterapkan untuk unsur-unsur yang tidak material.
PENDAHULUAN
Ruang Lingkup:
01. Pernyataan ini diterapkan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan konsolidasian untuk sekelompok entitas yang berada dalam pengendalian suatu entitas induk.
02. Pernyataan ini tidak berhubungan dengan metode akuntansi untuk kombinasi bisnis dan dampaknya dalam konsolidasi, termasuk goodwill yang muncul dari kombinasi bisnis (lihat PSAK 22).
03. Pernyataan ini juga diterapkan dalam akuntansi untuk investasi pada entitas anak, pengendalian bersama entitas, dan entitas asosiasi ketika suatu entitas menyajikan laporan keuangan tersendiri sebagai informasi tambahan.
Definisi
04. Berikut adalah pengertian istilah yang digunakan dalam Pernyataan ini: Entitas anak adalah suatu entitas, termasuk entitas bukan perseroan terbatas seperti persekutuan, yang dikendalikan oleh entitas lain (dikenal sebagai entitas induk). Entitas induk adalah suatu entitas yang mempunyai satu atau lebih entitas anak. Kepentingan nonpengendali adalah ekuitas entitas anak yang tidak dapat diatribusikan secara langsung atau tidak langsung pada entitas induk.Kelompok usaha adalah suatu entitas induk dan seluruh entitas anaknya. Laporan keuangan konsolidasian adalah laporan keuangan suatu kelompok usaha yang disajikan sebagai suatu entitas ekonomi tunggal. Laporan keuangan tersendiri adalah laporan keuangan yang disajikan oleh entitas induk yang mencatat investasi pada entitas anak, entitas asosiasi, dan pengendalian bersama entitas berdasarkan kepemilikan ekuitas langsung bukan berdasarkan pelaporan hasil dan aset neto investee. Pengendalian adalah kekuasaan untuk mengatur kebijakan keuangan dan operasional suatu entitas untuk memperoleh manfaat dari aktivitas entitas tersebut.
05. Entitas induk atau entitas anaknya mungkin menjadi investor dalam entitas asosiasi atau venturer dalam pengendalian bersama entitas. Dalam hal tersebut, laporan keuangan konsolidasian yang disusun dan disajikan sesuai dengan Pernyataan ini juga disusun sesuai dengan PSAK 15 (revisi 2009): Investasi dalam Entitas Asosiasi dan PSAK 12 (revisi 2009): Bagian Partisipasi dalam Ventura Bersama.
06. Laporan keuangan tersendiri hanya dapat disajikan sebagai informasi tambahan dalam laporan konsolidasian. Entitas induk tidak boleh menyajikan laporan keuangan tersendiri sebagai laporan keuangan bertujuan umum (general purposes fi nancial statements). Laporan keuangan tersendiri minimal terdiri dari laporan posisi keuangan (neraca), laporan laba rugi komprehensif, laporan perubahan ekuitas, dan laporan arus kas.
PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN
07. Entitas induk menyajikan laporan keuangan konsolidasian yang mengonsolidasikan investasinya dalam entitas anak sesuai Pernyataan ini.
08. Entitas induk yang menyajikan laporan keuangan tersendiri sebagai informasi tambahan tunduk pada paragraf 35-41.
RUANG LINGKUP LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN
09. Laporan keuangan konsolidasian meliputi seluruh entitas anak dari entitas induk. Jika akuisisi suatu entitas anak memenuhi kriteria untuk diklasifi kasikan sebagai aset dimiliki untuk dijual sesuai PSAK 58 (revisi 2009): Aset Tidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang Dihentikan, dicatat sesuai dengan PSAK tersebut.
10. Pengendalian dianggap ada ketika entitas indukmemiliki secara langsung atau tidak langsung melalui entitas anak lebih dari setengah kekuasaan suara suatu entitas, kecuali dalam keadaan yang jarang dapat ditunjukkan secara jelas bahwa kepemilikan tersebut tidak diikuti dengan pengendalian. Pengendalian juga ada ketika entitas induk memiliki setengah atau kurang kekuasaan suara suatu entitas jika terdapat:
(a) kekuasaan yang melebihi setengah hak suara sesuai perjanjian dengan investor lain;
(b) kekuasaan untuk mengatur kebijakan keuangan dan operasional entitas berdasarkan anggaran dasar atau perjanjian;
(c) kekuasaan untuk menunjuk atau mengganti sebagian besar dewan direksi dan dewan komisaris atau organ pengatur setara dan mengendalikan entitas melalui dewan atau organ tersebut; atau
(d) kekuasaan untuk memberikan suara mayoritas pada rapat dewan direksi dan komisaris atau organ pengatur setara dan mengendalikan entitas melalui direksi dan komisaris atau organ tersebut.
11. Entitas mungkin memiliki waran saham, opsi beli saham, instrumen utang atau instrumen ekuitas yang dapat dikonversi menjadi saham biasa, atau instrumen sejenis lainnya yang mempunyai potensi (jika dilaksanakan atau dikonversi) untuk menambah kekuasaan suara kepada entitas atau mengurangi kekuasaan suara dari pihak lain atas kebijakan keuangan dan operasional entitas lain (hak suara potensial). Keberadaan dan dampak dari hak suara potensial yang saat ini dapat dilaksanakan atau dikonversi, termasuk hak suara potensial yang dimiliki oleh entitas lain, dipertimbangkan ketika menilai apakah suatu entitas mempunyai kekuasaan untuk mengatur kebijakan keuangan dan operasional entitas lain. Hak suara potensial saat ini tidak dapat dilaksanakan atau dikonversi jika, misalnya, hak suara tersebut tidak dapat dilaksanakan atau dikonversi sampai dengan suatu tanggal di masa depan atau sampai terjadinya suatu peristiwa di masa depan.
12. Dalam menilai apakah hak suara potensial berkontribusi terhadap pengendalian, entitas menguji semua fakta dan keadaan (termasuk syarat pelaksanaan hak suara potensial dan perjanjian kontraktual lain baik yang dipertimbangkan secara individual maupun kombinasi) yang mempengaruhi hak suara potensial, kecuali maksud manajemen dan kemampuan keuangan untuk melaksanakan atau mengkonversi hak tersebut.
13. Suatu entitas anak tidak dikeluarkan dari konsolidasi hanya karena investor merupakan organisasi modal ventura, reksa dana, unit perwalian, atau entitas sejenis.
14. Suatu entitas anak tidak dikeluarkan dari konsolidasimeskipun aktivitas usahanya tidak sama dengan entitas lain dalam kelompok usaha. Informasi yang relevan disediakan dengan mengonsolidasikan entitas anak tersebut dan mengungkapkan informasi tambahan dalam laporan keuangan konsolidasian tentang perbedaan aktivitas usaha entitas anak. Misalnya, pengungkapan yang disyaratkan oleh PSAK 5 (revisi 2009): Segmen Operasi membantu untuk menjelaskan signifikansi perbedaan aktivitas usaha dalam kelompok usaha.
PROSEDUR KONSOLIDASI
15. Dalam menyusun laporan keuangan konsolidasian, entitas menggabungkan laporan keuangan entitas induk dan entitas anak satu per satu dengan menjumlahkan pos-pos sejenis dari aset, liabilitas, ekuitas, penghasilan, dan beban. Agar laporan keuangan konsolidasian dapat menyajikan informasi keuangan dari kelompok usaha tersebut sebagai entitas ekonomi tunggal, dilakukan langkah-langkah berikut:
(a) jumlah tercatat investasi entitas induk pada setiap entitas anak dengan porsi entitas induk atas ekuitas entitas anak dieliminasi (lihat PSAK 22 yang menjelaskan perlakuan goodwill yang dihasilkan);
(b) kepentingan nonpengendali atas laba atau rugi entitas anak yang dikonsolidasikan selama periode pelaporan diidentifi kasi;
(c) kepentingan nonpengendali dari bagian kepemilikan entitas induk atas aset neto entitas anak yang dikonsolidasikan diidentifikasi secara terpisah. Kepentingan nonpengendali atas aset neto terdiri dari:
(i) jumlah kepentingan nonpengendali pada tanggalkombinasi bisnis awal yang dihitung sesuai PSAK22; dan
(ii) bagian kepentingan nonpengendali atas perubahan ekuitas sejak tanggal kombinasi tersebut.
16. Ketika ada hak suara potensial, proporsi atas laba atau rugi dan perubahan dalam ekuitas yang dialokasikan pada entitas induk dan kepentingan nonpengendali ditentukan berdasarkan bagian kepemilikan saat ini dan tidak mencerminkan kemungkinan pelaksanaan atau konversi hak suara potensial.
17. Saldo, transaksi, penghasilan, dan beban intra kelompok usaha dieliminasi secara penuh.
18. Saldo dan transaksi intra kelompok usaha, termasuk penghasilan, beban dan dividen, dieliminasi secara penuh. Keuntungan dan kerugian hasil dari transaksi intra kelompok usaha yang diakui dalam aset, misalnya persediaan dan aset tetap, dieliminasi secara penuh. Kerugian intra kelompok usaha mungkin mengindikasikan suatu penurunan nilai yang mensyaratkan pengakuan dalam laporan keuangan konsolidasian. PSAK 46: Pajak Penghasilan diterapkan untuk perbedaan temporer yang timbul dari eliminasi keuntungan dan kerugian hasil dari transaksi intra kelompok usaha.
19. Laporan keuangan entitas induk dan entitas anak yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan konsolidasian disusun dengan tanggal yang sama. Jika akhir periode pelaporan entitas induk berbeda dengan entitas anak, maka entitas anak menyusun laporan keuangan tambahan dengan tanggal yang sama dengan laporan keuangan entitas induk untuk tujuan konsolidasi, kecuali tidak praktis.
20. Jika, sesuai dengan paragraf 19, laporan keuangan entitas anak yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan konsolidasian disusun dengan tanggal yang berbeda dengan laporan keuangan entitas induk, maka penyesuaian dilakukan atas dampak transaksi atau peristiwa signifi kan yang terjadi antara tanggal laporan keuangan entitas anak dengan tanggal laporan keuangan entitas induk. Dalam hal ini, perbedaan antara akhir periode pelaporan entitas anak dengan entitas induk tidak lebih dari tiga bulan. Lamanya periode pelaporan dan perbedaan antar akhir periode pelaporan adalah sama dari periode ke periode.
21. Laporan keuangan konsolidasian disusun denganmenggunakan kebijakan akuntansi yang sama untuk transaksi dan peristiwa lain dalam keadaan yang serupa.
22. Jika anggota kelompok usaha menggunakan kebijakan akuntansi yang berbeda dengan yang digunakan dalam laporan keuangan konsolidasian untuk transaksi dan peristiwa dalam keadaan yang serupa, maka penyesuaian dilakukan atas laporan keuangannya dalam penyusunan laporan keuangan konsolidasian.
23. Penghasilan dan beban entitas anak dimasukkan dalam laporan keuangan konsolidasian sejak tanggal akuisisi sebagaimana didefi nisikan dalam PSAK 22. Penghasilan dan beban entitas anak didasarkan pada nilai aset dan liabilitas yang diakui dalam laporan keuangan konsolidasian pada tanggal akuisisi. Misalnya, beban penyusutan yang diakui dalam laporan laba rugi komprehensif konsolidasian setelah tanggal akuisisi didasarkan pada nilai wajar aset tersusutkan yang diakui dalam laporan keuangan konsolidasian pada tanggal akuisisi. Penghasilan dan beban entitas anak dimasukkan dalam laporan keuangan konsolidasian sampai dengan tanggal ketika entitas induk berhenti mengendalikan entitas anak.
24. Kepentingan nonpengendali disajikan di ekuitas dalam laporan posisi keuangan konsolidasian, terpisah dari ekuitas pemilik entitas induk.
25. Laba atau rugi dan setiap komponen pendapatan komprehensif lain diatribusikan pada pemilik entitas induk dan pada kepentingan nonpengendali. Seluruh laba rugi komprehensif diatribusikan pada pemilik entitas induk dan pada kepentingan nonpengendali bahkan jika hal ini mengakibatkan kepentingan nonpengendali mempunyai saldo defisit.
26. Jika entitas anak mempunyai saham preferen kumulatif beredar yang diklasifi kasikan sebagai ekuitas dan dimiliki oleh kepentingan nonpengendali, maka entitas induk menghitung bagiannya atas laba atau rugi setelah penyesuaian untuk dividen atas saham tersebut, apakah ada atau tidak ada dividen yang telah diumumkan.
27. Perubahan dalam bagian kepemilikan entitas induk pada entitas anak yang tidak mengakibatkan hilangnya pengendalian dicatat sebagai transaksi ekuitas (dalam hal ini transaksi dengan pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik)
28. Dalam keadaan tersebut nilai tercatat kepentingan pengendali dan nonpengendali disesuaikan untuk mencerminkan perubahan bagian relatifnya atas entitas anak. Setiap perbedaan antara jumlah kepentingan nonpengendali disesuaikan dan nilai wajar imbalan yang diberikan atau diterima diakui secara langsung dalam ekuitas dan diatribusikan pada pemilik entitas induk.
KEHILANGAN PENGENDALIAN
29. Entitas induk dapat kehilangan pengendalian atas entitas anak dengan atau tanpa perubahan absolut atau relatif tingkat kepemilikan. Hal ini terjadi, misalnya, ketika entitas anak menjadi subyek pengendalian pemerintah, pengadilan, administrator, atau regulator. Hal ini dapat terjadi pula sebagai akibat suatu perjanjian kontraktual.
30. Entitas induk mungkin kehilangan pengendalian dalam dua atau lebih perjanjian (transaksi). Meskipun, terkadang beberapa keadaan mengindikasikan bahwa lebih dari satu perjanjian seharusnya dicatat sebagai transaksi tunggal. Dalam menentukan apakah perjanjian tersebut sebagai transaksi tunggal, entitas induk mempertimbangkan seluruh syarat dan kondisi perjanjian dan dampak ekonominya. Satu atau lebih hal berikut ini mengindikasikan bahwa entitas induk mencatat lebih dari satu perjanjian sebagai transaksi tunggal:
(a) Perjanjian tersebut disepakati pada waktu yang sama atau terkait satu dengan yang lain.
(b) Perjanjian tersebut membentuk suatu transaksi tunggal yang didesain untuk mencapai suatu dampak komersial secara keseluruhan.
(c) Keterjadian satu perjanjian tergantung pada keterjadian perjanjian lain.
(d) Satu perjanjian yang berdiri sendiri tidak dapat dijustifi kasi secara ekonomi, tetapi perjanjian tersebut dapat dijustifi kasi secara ekonomi jika bergabung dengan perjanjian lain. Misalnya, ketika saham dijual di bawah harga pasar dan dikompensasikan dengan penjualan berikutnya di atas harga pasar.
31. Jika entitas induk kehilangan pengendalian atas entitas anak, maka entitas induk:
(a) menghentikan pengakuan aset (termasuk setiapgoodwill) dan liabilitas entitas anak pada nilai tercatatnya ketika pengendalian hilang;
(b) menghentikan pengakuan jumlah tercatat setiap pada tanggal hilangnya pengendalian (termasuk setiap komponen pendapatan komprehensif lain yang diatribusikan pada kepentingan nonpengendali);
(c) mengakui:
(i) nilai wajar pembayaran yang diterima (jika ada) dari transaksi, peristiwa atau keadaan yang mengakibatkan hilangnya pengendalian; dan
(ii) distribusi saham, jika transaksi yang mengakibatkan hilangnya pengendalian melibatkan distribusi saham entitas anak ke pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik;
(d) mengakui setiap sisa investasi pada entitas anak terdahulu pada nilai wajarnya pada tanggal hilangnya pengendalian;
(e) mereklasifi kasi ke laporan laba rugi, atau mengalihkan secara langsung ke saldo laba jika disyaratkan oleh SAK lain, sejumlah yang diidentifi kasi dalam paragraph 32; dan (f) mengakui setiap perbedaan yang dihasilkan sebagai keuntungan atau kerugian dalam laporan laba rugi yang dapat diatribusikan pada entitas induk.
32. Jika entitas induk kehilangan pengendalian atas entitas anak, maka entitas induk mencatat semua jumlah yang diakui dalam pendapatan komprehensif lain yang terkait dengan entitas anak tersebut dengan dasar yang sama yang dipersyaratkan jika entitas induk melepaskan secara langsung aset dan liabilitas terkait. Oleh karena itu, jika terdapat keuntungan atau kerugian yang sebelumnya diakui dalam pendapatan komprehensif lain akan direklasifi kasi ke laporan laba rugi atas pelepasan aset dan liabilitas yang terkait, maka entitas induk mereklasifi kasi keuntungan atau kerugian dari ekuitas ke laporan laba rugi (sebagai penyesuaian reklasifi kasi) ketika entitas induk kehilangan pengendalian atas entitas anak. Misalnya, jika entitas anak memiliki aset keuangan yang tersedia untuk dijual dan entitas induk kehilangan pengendalian atas entitas anak tersebut, maka entitas induk mereklasifi kasi keuntungan atau kerugian yang sebelumnya telah diakui dalam pendapatan komprehensif lain ke laporan laba rugi terkait dengan aset tersebut. Serupa dengan hal tersebut, jika surplus revaluasi yang sebelumnya diakui dalam pendapatan komprehensif lain akan ditransfer secara langsung ke saldo laba atas pelepasan aset, maka entitas induk mentransfer surplus revaluasi tersebut secara langsung ke saldo laba ketika entitas induk kehilangan pengendalian atas entitas anak.
33. Pada saat kehilangan pengendalian atas entitas anak, setiap sisa investasi pada entitas anak terdahulu dan setiap jumlah terutang oleh atau kepada entitas anak terdahulu dicatat sesuai dengan SAK lain sejak tanggal hilangnya pengendalian.
34. Nilai wajar setiap sisa investasi pada entitas anak terdahulu pada tanggal hilangnya pengendalian dianggap sebagai nilai wajar pada saat pengakuan awal aset keuangan sesuai dengan PSAK 55 (revisi 2006): Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran, atau (jika sesuai) biaya perolehan saat pengakuan awal investasi pada entitas asosiasi atau pengendalian bersama entitas.
AKUNTANSI INVESTASI PADA ENTITAS ANAK, PENGENDALIAN BERSAMA ENTITAS, DAN ENTITAS ASOSIASI DALAM LAPORAN KEUANGAN TERSENDIRI
35. Jika entitas induk menyusun laporan keuangan tersendiri sebagai informasi tambahan, maka entitas induk tersebut mencatat investasi pada entitas anak, pengendalian bersama entitas, dan entitas asosiasi pada:
(a) biaya perolehan; atau
(b) sesuai PSAK 55 (revisi 2006):
Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran. Entitas menerapkan akuntansi yang sama untuk setiap kategori investasi. Investasi yang dicatat pada biaya perolehan dicatat sesuai dengan PSAK 58 (revisi 2009): Aset Tidak Lancar Dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang Dihentikan ketika investasi tersebut diklasifi kasikan sebagai dimiliki untuk dijual (atau termasuk kelompok lepasan yang diklasifi kasikan sebagai dimiliki untuk dijual) sesuai dengan PSAK 58 (revisi 2009). Pengukuran investasi yang dicatat sesuai dengan PSAK 55 (revisi 2006) tidak berubah dalam keadaan yang demikian.
36. Entitas induk mengakui dividen dari entitas anak, pengendalian bersama entitas, atau entitas asosiasi pada laporan laba rugi dalam laporan keuangan tersendiri ketika hak menerima dividen ditetapkan.
37. Ketika entitas induk mereorganisasi struktur kelompok usahanya dengan membentuk suatu entitas baru sebagai entitas induk yang memenuhi kriteria berikut:
(a) entitas induk baru memiliki pengendalian atas entitas induk awal dengan menerbitkan instrumen ekuitas yang ditukarkan dengan instrumen ekuitas entitas induk awal;
(b) aset dan liabilitas kelompok usaha baru dan kelompok usaha awal adalah sama segera sebelum dan setelah reorganisasi; dan
(c) pemilik entitas induk awal sebelum reorganisasi mempunyai bagian yang sama secara absolut dan relative atas aset neto kelompok usaha awal dan kelompok usaha baru segera sebelum dan setelah reorganisasi; dan entitas induk baru mencatat investasinya dalam entitas induk awal sesuai dengan paragraf 35 (a) dalam laporan keuangan tersendiri, maka entitas induk baru mengukur biaya perolehan pada nilai tercatat atas bagiannya atas pos-pos ekuitas dalam laporan keuangan tersendiri entitas induk awal pada tanggal akuisisi.
38. Serupa dengan hal tersebut, entitas yang bukan entitas induk mungkin mendirikan entitas baru sebagai entitas induk yang memenuhi kriteria di paragraf 37. Persyaratan diparagraf 37 diterapkan sama dengan reorganisasi tersebut. Dalam kasus tersebut, “entitas induk awal” dan “kelompok usaha awal” merujuk pada “entitas awal”.
39. Investasi dalam pengendalian bersama entitas dan entitas asosiasi yang dicatat sesuai dengan PSAK 55 (revisi 2006): Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran dalam laporan keuangan konsolidasian dicatat dengan cara yang sama dalam laporan keuangan tersendiri investor.
PENGUNGKAPAN
40. Pengungkapan berikut dibuat dalam laporan keuangan konsolidasian:
(a) sifat hubungan antara entitas induk dan suatu entitas anak jika entitas induk tidak memiliki (secara langsung maupun tidak langsung melalui entitas anak) lebih dari setengah kekuasaan suara;
(b) alasan mengapa kepemilikan (secara langsung maupun tidak langsung melalui entitas anak) lebih dari setengah kekuasaan suara atau kekuasaan suara potensial atas investee tidak diikuti dengan pengendalian;
(c) akhir periode pelaporan dari laporan keuangan entitas anak jika laporan keuangan tersebut digunakan untuk menyusun laporan keuangan konsolidasian dan tanggal atau periode berbeda dari tanggal laporan keuangan entitas induk, dan alasan menggunakan tanggal atau periode yang berbeda;
(d) sifat dan luas setiap restriksi signifi kan (misalnya akibat dari perjanjian pinjaman yang diterima atau persyaratan regulator) dalam kemampuan entitas anak untuk mentransfer dana ke entitas induk dalam bentuk deviden tunai, atau pembayaran kembali pinjaman atau uang muka;
(e) suatu rincian yang menunjukan dampak setiap perubahan bagian kepemilikan entitas induk pada entitas anak yang tidak mengakibatkan hilangnya pengendalian atas ekuitas yang dapat diatribusikan pada pemilik entitas induk; dan
(f) jika pengendalian atas entitas anak hilang, maka entitas induk mengungkapkan keuntungan atau kerugian (jika ada) yang diakui sesuai dengan paragraf 31, dan:
(i) porsi dari keuntungan atau kerugian yang dapat diatribusikan pada pengakuan sisa investasi pada entitas anak terdahulu dengan nilai wajar pada tanggal hilangnya pengendalian, dan
(ii) pos keuntungan atau kerugian yang diakuidalam laporan laba rugi komprehensif (jika tidak disajikan secara terpisah dalam laporan laba rugi komprehensif).
41. Ketika entitas induk menyusun laporan keuangan tersendiri, maka laporan keuangan tersendiri tersebut mengungkapkan:
(a) laporan keuangan tersebut adalah laporan keuangan tersendiri yang merupakan informasi tambahan dalam laporan keuangan konsolidasian;
(b) daftar investasi yang signifi kan dalam entitas anak, pengendalian bersama entitas, dan entitas asosiasi, termasuk nama, negara atau tempat kedudukan, proporsi kepemilikan, dan proporsi hak suara yang dimiliki (jika berbeda); dan
(c) penjelasan tentang metode yang digunakan untuk mencatat investasi yang terdaftar di (b).
TANGGAL EFEKTIF
42. Entitas menerapkan Pernyataan ini untuk tahun buku yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2011.
KETENTUAN TRANSISI
43. Pernyataan ini diterapkan secara retrospektif, kecuali untuk beberapa hal berikut diterapkan prospektif:
(a) Persyaratan di paragraf 25 mengenai laba atau rugi komprehensif yang diatribusikan pada pemilik entitas induk dan pada kepentingan nonpengendali bahkan jika hal ini mengakibatkan kepentingan nonpengendali bersaldo defi sit.
(b) Persyaratan di paragraf 27 dan 28 mengenai perubahan dalam bagian kepemilikan entitas induk pada entitas anak yang tidak mengakibatkan hilangnya pengendalian.
(c) Persyaratan di paragraf 31-34 mengenai kehilangan pengendalian atas entitas anak, dan persyaratan terkait dalam paragraf 11 PSAK 58 (revisi 2009): Aset Tidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang Dihentikan.
(d) Persyaratan di paragraf 11-12 mengenai hak suara potensial dalam menilai keberadaan pengendalian.
(e) Jika entitas induk masih memiliki entitas anak yang diperoleh sebelum tanggal efektif Pernyataan ini untuk tujuan dijual atau dialihkan dalam jangka pendek, dan entitas anak yang dibatasi oleh restriksi jangka panjang sehingga mempengaruhi secara signifikan kemampuannya dalam mentransfer dana kepada entitas induk, sebagaimana diatur dalam PSAK 4 (1994): Laporan Keuangan Konsolidasi paragraf 06, maka entitas induk mengonsolidasikan entitas anak tersebut sesuai dengan Pernyataan ini secara prospektif.
PENARIKAN
44. Pernyataan ini menggantikan PSAK 4 (1994): Laporan Keuangan Konsolidasi.
Langganan:
Postingan (Atom)