Cari Blog Ini

Minggu, 16 Oktober 2011

INCOME CONCEPTS


INCOME CONCEPTS
Studi tentang Income Concept dilakukan oleh banyak pihak untuk mendokumentasikan kebutuhan para investor akan konsep penghasilan. The Study Group in Business Income adalah salah satu pihak yang berhasil merumuskan adanya kebutuhan penghasilan dalam masyarakat. Dan Sidney S. Alexander membahas penggunaan penghasilan sebagai berikut :
1. Penghasilan digunakan sebagai dasar utama pengenaan pajak.
2. Penghasilan digunakan sebagai pengukur kesuksesan operasi perusahaan.
3. Penghasilan digunakan sebagai kriteria ada tidaknya dividen.
4. Penghasilan digunakan oleh pemerintah dalam penyelidikan mengenai pengaturan tarif yang wajar dan layak.
5. Penghasilan digunakan sebagai pedoman bagi trustee yang diberi tanggung jawab mendistribusikan penghasilan kepada life tenant sementara memelihara jumlah pokoknya untuk remainderman.
6. Penghasilan digunakan sebagai pedoman bagi managemen suatu perusahaan dalam melakukan kegiatannya.
Namun bukan hanya membahas kegunaan, penentuan penghasilan pun tak kalah penting untuk didokumentasikan. Pelaporan penghasilan akan sangat membantu para pemakai laporan keuangan dalam pengambilan keputusan karena nilai perusahaan sering dikaitkan dengan kemampuan perusahaan memperoleh pendapatan di masa kini dan masa datang.
Sejak tiga dekade lalu, para peneliti akuntasi tertarik untuk menilai hubungan informasi akuntansi terhadap nilai suatu perusahaan. The Efficient Markets Hypothesis (EMH) menganggap bahwa harga saham suatu perusahaan merefleksikan prospek kesepakatan pasar terhadap pendapatan perusahaan masa depan dan arus kas saat penyatuan informasi secara serentak mengenai ekonomi dan tindakan pesaing. Harga saham berubah sebagai respon terhadap informasi baru yang diterima secara periodik seperti informasi pendapatan triwulanan.
Dalam EMH disebutkan bahwa kinerja perusahaan besar diikuti oelh analis keuangan yang menyediakan perkiraan pendapatan triwulanan. Ketika pendapatan triwulanan aktual melebihi perkiran analis keuangan maka kejutan positif pendapatan terjadi dan saham perusahaan meningkatkan ceteris paribus. Sedangkan kejutan negatif akan berlaku sebaliknya.
Masalah ini selanjutnya akan semakin kompleks dengan adanya “whisper number ” yang terjadi ketika beberapa analis keuangan mengestimasikan pendapatan triwulanan perusahaan berbeda dari perkiraan asli mereka saat mendekati tanggal pelaporan. Keberadaan whisper number dapat menyebabkan tambahan berita kejutan pendapatan postif dan negatif serta dapat mempengaruhi harga saham perusahaan.
Seperti diuraikan dalam pembahasan sebelumnya, FASB menyatakan bahwa tujuan akuntansi keuangan adalah untuk menyediakan informasi kepada pengguna laporan keuangan, dimana laporan keuangan ini akan digunakan untuk membantu dalam menilai jumlah, ketepatan waktu, dan ketidakpastian arus kas masa depan. Walaupun demikian FASB menegaskan bahwa informasi mengenai pendapatan perusahaan menyediakan indikator kinerja yang lebih baik daripada informasi arus kas.
Meskipun income concept telah digunakan secara luas dalam ekonomi kita, namun ketidaksepakatan terjadi antara disiplin ilmu ekonomi dan akuntansi dalam mendefinisikan income. Perbedaan diantara keduanya terjadi dalam hal pemilihan waktu dan pengukuran pendapatan yang tepat.
Disiplin ilmu ekonomi mengadopsi pendekatan neraca dimana pendapatan dipandang sebagai peningkatan dalam nilai bersih (asset) yang terjadi selama periode tersebut. Sedangkan akuntansi mengadopsi pendekatan laporan laba rugi yang memandang pendapatan sebagai hasil aktivitas tertentu yang telah terjadi selama periode tersebut. Pendekatan yang terakhir ini kemudian menganggap neraca hanya sebagai daftar pokok yang tersisa setelah pendapatan ditentukan serta dikaitkan dengan expense dan revenue (disebut juga sebagai pendekatan transaksi).
Rekonsisliasi antara dua sudut pandang ini diperlukan mengingat ekonomi dan akuntansi sebagai ilmu pengetahuan dan disiplin ilmu yang berkaitan dengan transaksi bisnis membahas variabel yang sama. Rekonsiliasi keduanya berfungsi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut :
1. Apakah sifat dari penghasilan?
2. Kapan penghasilan harus dilaporkan?
3. Siapakah penerima dari penghasilan?
.
THE NATURE OF INCOME
a. Menurut Bedford
Penghasilan dapat ditemukan dalam beberapa bentuk (sifat). Norton M. Bedford dalam bukunya Income Development Theory : An Accounting Frame Work mengemukakan 3 konsep dasar penghasilan, yakni :
1. Psychic income, mengacu pada kepuasan keinginan manusia.
2. Real income, mengacu pada peningkatan kesejahteraan ekonomi.
3. Money income, mengacu pada peningkatan dalam penilaian moneter sumber daya.
Masing-masing konsep penghasilan ini sangat penting walau tidak berarti lepas dari kekurangan. Psychic income sulit dihitung karena kebutuhan manusia tidak dapat diukur dan terpuaskan pada tinkat yang berbeda sebagaimana perolehan penghasilan riil individu. Money income lebih mudah diukur tetapi tidak mempertimbangkan perubahan dalam nilai unit moneter. Konsep penghasilan dari Bedford tersebut dianggap belum menggambarkan definisi yang jelas mengenai penghasilan.
b. Menurut J.R. Hicks
Para ekonom pada umumnya setuju bahwa tujuan mengukur penghasilan adalah untuk menjelaskan seberapa baik suatu entitas selama suatu periode. Sebagai konsekuensinya, para ekonom memfokuskan diri untuk menjelaskan real income.
Definisi mengenai konsep penghasilan ekonomi biasanya didasarkan pada pandangan J.R. Hicks yang menyatakan :
Tujuan kalkulasi penghasilan dalam hal-hal praktis ialah memberi seseorang petunjuk mengenai jumlah yang dapat dikonsumsi tanpa memberatkan dirinya. Kelanjutan dari gagasan ini adalah agaknya kita perlu merumuskan penghasilan seseorang sebagai nilai maksimum yang dapat dikonsumsikannya selama satu minggu dan diharapkan pada akhir minggu sama sejahteranya seperti pada awal minggu.
Definisi Hicks menekankan pada pendapatan individu, meskipun dapat juga digunakan sebagai dasar perumusan pendapatan bisnis dengan mengubah kata “konsumsi” menjadi “distribusi”. Kekayaan pada awal dan akhir setiap periode adalah jumlah aktiva bersih (asset-liabilities) yang tersedia untuk menjalankan usaha entitas bisnis.
Pendapatan bisnis kemudian dirumuskan sebagai perubahan aktiva bersih yang dihasilkan dari kegiatan bisnis selama periode akuntansi, di luar investasi pemilik dan distribusi pendapatan kepada pemilik. Konsep penentuan pendapatan (yang disebut konsep pemeliharaan modal oleh para akuntan) ini berpendapat bahwa tidak ada pendapatan yang harus diakui sampai modal (equity atau net asset) ditahan dan biaya pengukuran yang tepat dari kekayaan (nilai net asset) tertutupi.
Pendekatan alternatif, yang menjembatani sudut pandang ekonom dan akuntan, adalah dengan menerapkan pendekatan pemeliharaan modal.
.


Capital Maintenance Concepts
Pendapatan yang terjadi menunjukkan pengembalian atas modal yang diinvestasikan. Pengembalian modal sendiri terjadi ketika jumlah yang diivestasikan oleh investor mampu dipertahankan atau tertutupi oleh perusahaan. Sebagai konsekuensi atas dasar definisi inilah, konsep pemeliharaan modal mendapat kritikan atas perbedaan antara return of (kembalinya modal) dan return on (pengembalian modal) untuk menentukan penghasilan.
Two primary concepts of capital maintenance , yakni :
1. Financial Capital Maintenance (Net Asset akhir > Net Asset awal)
Menurut konsep pemeliharaan modal keuangan, laba diperoleh apabila jumlah uang dari aktiva bersih pada akhir periode melebihi jumlah uang dari aktiva bersih pada awal periode, setalah dikurangi dengan transaksi pemilik (prive).
2. Physical Capital Maintenance
Menurut konsep pemeliharaan modal fisik, laba diperoleh apabila kapasitas produksi fisik (atau kemampuan usaha) pada akhir periode melebihi kapasitas produksi fisik pada awal periode, setelah dikurangi dengan transaksi pemilik (prive). Konsep ini secara tidak langsung menyatakan bahwa penghasilan diakui hanya setelah penyediaan untuk penggantian fisik dari aktiva operasi. Kapasitas produksi fisik pada waktu tertentu sama dengan nilai sekarang (current value) aktiva bersih yang digunakan untuk menghasilkan pendapatan. Current value memasukkan kekuatan penghasilan aktiva bersih masa depan yang diharapkan.
Kapasitas produksi fisik dalam waktu tertentu = CV dari net asset dalam menghasilkan penghasilan
Two primary differences terletak pada perlakuan terhadap holding gains or loss yang terjadi saat item-item pada neraca berubah selama periode akuntansi. Contoh saat nilai tanah yang dikuasasi perusahaan meningkat dan menimbulkan holding gains.
Physical capital maintenance memperhitungkan holding gains and losses sebagai kembalinya modal (return on) dan tidak memasukkannya ke dalam pendapatan. Bahkan holding gains and losses diperlakukan sebagai penyesuaian langsung terhadap ekuitas.
Sebaliknya, financial capital maintenance memperhitungkan holding gains and losses sebagai pengembalian modal (return of) dan memasukkannya ke dalam pendapatan.
.

Current Value Accounting
Physical Capital maintenance concepts mengharuskan seluruh aktiva dan kewajiban dinyatakan pada current value. Pendekatan yang paling umum digunakan dalam pengukuran current value adalah :

1) Entry Price or Replacement Cost
Saat kapasitas produksi diukur menggunakan replacement cost maka aktiva dinyatakan dengan biaya untuk mengganti aktiva tersebut dengan aktiva serupa sesuai kondisi serupa. Untuk mempertahankan kapasitas produksi fisik, entitas harus menghasilkan arus kas yang cukup untuk menyediakan penggantian fisik atas aktiva yang beroperasi.
Untuk menentukan penghasilan dalam pendekatan ini, pendapatan ditandingkan dengan biaya sekarang untuk penggantian aktiva (income VS current value of replacement asset). Akibatnya, penghasilan bisa didistribusikan kepada pemilik tanpa mengganggu kapasitas fisik untuk melanjutkan operasi di masa depan. Sebagai hasilnya, ketepatan penggunaan metode entry value bersandar pada asumsi akuntansi kelangsungan usaha (business continuity).
Menurut Edward dan Bell, entry price saat ini memberikan penilaian kepada keputusan manajerial untuk menguasai aktiva dengan memisahkan current value pendapatan dari pendapatan operasi saat ini. Dengan asumsi bahwa operasi akan berkelanjutan, dikotomi ini memberikan profitabilitas yang panjang bagi perusahaan untuk ditaksir. Keuntungan yang berulang dan relatif dapat dikendalikan dapat diwvaluasi vis-a-vis dari faktor yang mempengaruhi operasi sepanjang waktu tetapi di luar kendali manajemen.
Replacement cost dapat menyediakan ukuran biaya untuk menggantikan kapasitas operasi saat ini, yang berarti mengevaluasi seberapa banyak yang dapat didistribusikan kepada pemegang saham serta tetap mempertahankan kapasitas produksinya.
Kelemahan replacement cost menimbulkan banyak masalah pengukuran dalam menentukan nilai biaya pengganti. Perusahaan mungkin dapat menentukan dengan tepat biaya pengganti untuk persediaan dan aktiba tertentu lainnya, tetapi untuk banyak aktiva lain (terutama aktiva tetap), tidak tersedia pasar untuk memperoleh aktiva penggantinya. Sehingga dalam beberapa kasus, perusahaan harus mendapatkan nilai aktiva dalam rangka mencapai nilai penggantian mereka yang diperkirakan saat ini.
Alternative approach untuk memperkirakan replacement cost adalah dengan menggunakan specific purchasing power index. Indeks harga spesifik didesain untuk mengukur dampak pada harga segmen ekonomi tertentu. Contoh pada peralatan yang digunakan dalam industri baja atau pertambangan. Penerapan indeks daya beli spesifik harus memberikan perkiraan yang wajar dari biaya penggantian sepanjang harga tersebut dapat diukur dengan cara yang sama terhadap aktiva dalam industri tersebut.
Namun pada akhirnya keterkaitan entry value dipertanyakan. Hingga kemudian Robert Sterling berpendapat bahwa entry value dari aktiva yang tidak dimiliki hanya relevan ketika pembelian aktiva memang dimaksudkan. Untuk ativa yang dimiliki, entry value tidak berhubungan dengan apa yang dapat direalisasikan atas penjualan aktiva dan dengan pembeliannya karena aktiva tersebut telah dimiliki.
Selain itu, replacement cost saat ini dari aktiva perusahaan tidak mengukur kapasitas (sebagai dasar saham saat ini) guna menentukan keputusan untuk membeli, menahan, atau menjual di pasar. Singkatnya, anggapan ini menyatakan bahwa entry value tidak mengungkapkan kemampuan entitas untuk menyajikan alternatif keputusan.
.
2) Exit Value or Selling Price
Pendekatan lain yang digunakan untuk menentukan current value adalah dengan exit value atau selling price. Pendekatan ini mensyaratkan penilaian dari masing-masing aktiva dari sudut pandang pelepasan (disposal), dimana tiap aktiva harus dinilai berdasarkan selling price yang wajar jika perusahaan memilih untuk melepasnya. Dalam menentukan exit price setara kas, diasumsikan bahwa aktiva tersebut akan dijual dengan cara biasa bukan karena tekanan likuidasi.
Raymond Chamber dan Robert Sterling berpendapat bahwa exit value memiliki pertalian keputusan. Karenanya selama periode akuntansi, manajemen memutuskan untuk mempertahankan, menjual, atau menggantikan aktivanya. Manajemen menyatakan bahwa exit value menyediakan informasi yang lebih baik bagi pengguna untuk mengevaluasi likuiditas dan kemampuan perusahaan untuk membiasakan mengubah rangsangan ekonomi. Karena manajemen memiliki pilihan untuk menjual aktiva, maka exit price memberikan titk tengah taksiran risiko.
Kelemahan exit value, seperti halnya entry prices, penentuan exit value juga mengakibatkan masalah pengukuran, yakni :
• Masalah dasar penentuan harga jual untuk aktiva, seperti properti, tanah, dan peralatan, dimana tidak terdapat pasar.
• Gagasan bahwa exit price harus didasarkan pada harga yang timbul dari penjualan pada kondisi bisnis normal, bukan atas paksaan likuidasi, sulit diterapkan pada aktiva tetap.
• Exit price atau selling price tidak konsisten dengan physical capital maintenance concepts. Exit price adalah jenis dari opportunity cost, yang mengukur pengorbanan dari menahan aktiva daripada biaya yang diperkirakan untuk menggantinya. Sementara itu, pemeliharaan modal fisik didasarkan pada konsep keberlangsungan, bukan likuidasi.
.
3) Discounted Present Value
Menurut konsep ini, present value dari arus kas mas depan yang diharapkan akan diterima dari aktiva (atau pelunasan kewajiban) adalah nilai relevan dari aktiva (atau kewajiban) yang seharusnya diungkapkan dalam neraca. Dalam metode ini, pendapatan sama dengan perbedaan antara present value aktiva bersih pada akhir periode dengan present value pada awal periode, tidak termasuk pengaruh dari investasi oleh pemilik dan distribusi kepada pemilik.
Income = PV net asset akhir – PV net asset akhir
Kelebihan Discounted Present Value dipandang sebagai pengukuran penggantian yang tepat dari kekayaan. Proses pengukuran ini sama dengan konsep ekonomi dari penghasilan karena DPV mungkin yang paling mendekati nilai aktual dari aktiva yang digunakan.
Seluruh aktiva diasumsikan diperoleh untuk menyediakan jasa masa depan yang potensial bagi perusahaan. Lebih lanjut, terdapat asumsi bahwa harga pembelian awal dibayarkan karena percaya aktiva tersebut akan memberikan penghasilan yang cukup di masa depan sehingga mambuat akuisisi tersebut bermanfaat. Dengan demikian, secara implisit atau eksplisist, nilai sebenarnya berhubungan dengan PV dari arus kas yang diharapkan.
SFAC Nomor 7, “Using Cash Flow Measurement and Present Value Measurements in Accounting”
Konsekuensi dari pengukuran penghasilan menurut DPV dianggap konsisten dengan Capital Maintenance Concepts. Bahkan DPV mendapat dukungan tambahan dari FASB dengan terbitnya SFAC Nomor 7.
Walaupun demikian, masih terdapat tiga masalah utama pengukuran terkait konsep ini yaitu :
Pertama, konsep ini bergantung pada estimasi arus kas masa depan menurut periode waktu sehingga jumlah arus kas yang akan dihasilkan di masa depan dan waktu arus kas ini harus ditentukan.
Kedua, pemilihan tingkat suku bunga yang tepat. Tingkat suku bunga akan menjadi tingkat internal dari pengembalian aktiva. Dolar pertama yang diterima di masa depan tidak sama dengan satu dolar yang diterima saat ini sehingga arus kas masa depan yang diharapkan harus didiskontokan ke masa kini.
Ketiga, aktiva perusahaan tidak saling berhubungan sedangkan penghasilan dihasilkan dari kombinasi penggunaan sumber daya perusahaan. Oleh karena itu walaupun arus kas masa depan perusahaan dan perkiraan tingkat suku bunga dapat ditentukan dengan tepat, hal ini tidak dapat diterapkan untuk menentukan secara tepat berapa kontribusi setiap aktiva untuk arus kasnya. Sebagai hasilnya, diskonto nilai sekarang dari aktiva perusahaan individual tidak dapat ditentukan dan dijumlahkan untuk menentukan nilai sekarang dari perusahaan.
Kelemahan Discounted Present Value adalah pengukuran ini hanya relevan dalam kegunaan neraca memberikan informasi mengenai kemampuan aktiva untuk menghasilkan penghasilan di masa depan.
.
4) Current Value and the Historical Accounting Model
Meskipun model akuntansi saat ini menyandarkan diri pada biaya perolehan, pernyataan baru-baru ini dan memo diskusi yang diterbitkan FASB mengindikasikan langkah menuju penyediaan informasi nilai sekarang yang lebih banyak.
SFAS Nomor 33, diamandemen guna menentukan acuan untuk pelaporan informasi biaya sekarang tambahan untuk aktiva moneter tenterntu.
SFAS Nomor 114 & 115, mengharuskan investasi dalam instrumen finansial tertentu dilaporkan pada nilai wajar dan perusahaan mengungkapkan informasi nilai pasar tambahan.
SFAS Nomor 105 dan 107
SFAS Nomor 157 “Fair Value Measurement“, yang secara spesifik menjelaskan tentang bagaimana menghitung perubahan dalam nilai wajar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar